PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mutu pendidikan di Indonesia masih belum meningkat secara signifikan. Dari dalam negeri diketahui bahwa NEM SD sampai Sekolah menengah relatif rendah dan tidak mengalami peningkatan yang berarti. Dari dunia usaha juga muncul keluhan bahwa lulusan memasuki memasuki dunia kerja belum memiliki kesiapan kerja yang baik.
Kini muncul gejala lulusan SLTP dan Sekolah menengah yang menjadi penggguran di pedesaan karena sulitnya mendapat pekerjaan. Sementara itu, mereka merasa malu jika harus membantu orang tuanya sebagai petani atau pedagang.
Pendidikan kita selama ini berjalan dengan verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran. Pengamatan terhadap praktek pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa. Seakan-akan pendidikan bertujuan untuk menguasai mata pelajaran. Bagaimana keterkaitan materi ajar dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian. Pendidikan seakan terlepas dari kehidupan keseharian, seakan-akan pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu siswa tidak mengetahui manfaat apa yang dipelajari dan sampai lulus seringkali tidak tahu bagaimana menggunakan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari yang dihadapi.
Pendidikan perlu dikembalikan kepada prinsip dasarnya yaitu sebagai upaya untuk memanusiakan manusia (humanisme) dan juga harus dapat mengembangkan potensi dasar peserta didik agar berani menghadapi problema yang dihadapi tanpa rasa tertekan, mau, mampu dan senang meningkatkan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi. Pendidikan juga diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk memelihara diri sendiri dengan meningkatkan hubungan dengan Tuhan YME, masyarakat, dan lingkungannya. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan yang dengan sengaja dirancang untuk membekali peserta didik dengan kecakapan hidup dan kehidupan yang seacar integratif dan spesifik guna mengatasi dan memecahkan problema kehidupan.
Pengembangan kecakapan hidup itu mengedepankan aspek-aspek berikut: (1) kemampuan yang relevan untuk dikuasai peserta didik, (2) materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, (3) kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik untuk mencapai kompetensi, (4) fasilitas, alat dan sumber belajar yang memadai, dan (5) kemampuan-kemampuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan peserta didik. Kecakapan hidup akan memiliki makna yang luas apabila kegiatan pembelajaran yang dirancang memberikan dampak positif bagi peserta didik dalam membantu memecahkan problematika kehidupannya, serta mengatasi problematika hidup dan kehidupan yang dihadapi secara proaktif dan reaktif guna menemukan solusi dari permasalahannya.
Berdasarkan pernyataan di atas, sekolah/daerah memiliki kewenangan yang luas untuk mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan kondisi peserta didik, keadaan sekolah, potensi dan kebutuhan daerah. Berkenaan dengan itu, Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, dll) merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa. Keanekaragaman harus selalu dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan kecakapan hidup. Pengenalan keadaan lingkungan, sosial, dan budaya kepada peserta didik memungkinkan mereka untuk lebih mengakrabkan dengan lingkungan kehidupan peserta didik. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik.
Permasalahan
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia kini menghadapi masalah yang serius, yaitu : (1) cukup banyak lulusan SLTP dan Sekolah Menengah yang tidak melanjutkan pendidikan (putus sekolah) yang jika tidak bekerja akan menambah jumlah pengangguran, (2) banyak lulusan SLTP dan Sekolah Menengah yang tidak mampu menerapkan pengetahuan yang didapat dari sekolah dalam kehidupan sehari-hari sehingga seakan-akan merekan terasing di lingkungannya sendiri dan seringkali menjadi sumber keributan, (3) sementara itu dengan berlakunya AFTA pada tahun 2003 tenaga kerja asing akan segera masuk ke Indonesia, jika tidak siap kita akan menjadi pecundang.
Tujuan
Tujuan dari pendidikan kecakapan hidup terdiri atas, tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum pendidikan kecakapan hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi peserta didik dalam menghadapi perannya di masa mendatang. Secara khusus bertujuan untuk :
- mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi, misalnya: masalah narkoba, lingkungan sosial dan sebagainya
- memberikan wawasan yang luas mengenai pengembangan karir peserta didik
- memberikan bekal dengan latihan dasar tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
- memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel dan kontekstual
- mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumberdaya yang ada di masyarakat sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah
PENDIDIKAN BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL EDUCATION)
Pengertian
Pendidikan kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali peserta didik dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan. Pendidikan kecakapan hidup dapat dilakukan melalui kegiatan intra/ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan karakteristik, emosional, dan spiritual dalam prospek pengembangan diri, yang materinya menyatu pada sejumlah mata pelajaran yang ada. Penentuan isi dan bahan pelajaran kecakapan hidup dikaitkan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan agar peserta didik mengenal dan memiliki bekal dalam menjalankan kehidupan dikemudian hari. Isi dan bahan pelajaran tersebut menyatu dalam mata pelajaran yang terintegrasi sehingga secara struktur tidak berdiri sendiri.
Konsep
Menurut konsepnya, kecakapan hidup dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu:
- Kecakapan hidup generik (generic life skill/GLS), dan
- Kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS).
Masing-masing jenis kecakapan itu dapat dibagi menjadi sub kecakapan. Kecakapan hidup generik terdiri atas kecakapan personal (personal skill), dan kecakapan sosial (social skill). Kecakapan personal mencakup kecakapan dalam memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir (thinking skill). Kecakapan mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sekaligus sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi lingkungannya. Kecapakan berpikir mencakup antara lain kecakapan mengenali dan menemukan informasi, mengolah, dan mengambil keputusan, serta memecahkan masalah secara kreatif. Sedangkan dalam kecakapan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill).
Kecakapan hidup spesifik adalah kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu. Kecakapan ini terdiri dari kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran atau kerja intelektual. Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional terbagi atas kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill).
Pendidikan berorientasi kecakapan hidup bagi peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga negara. Apabila hal ini dapat dicapai, maka ketergantungan terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan, yang berakibat pada meningkatnya angka pengangguran, dapat diturunkan, yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap.
POLA PELAKSANAAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP
Pada intinya pendidikan kecakapan hidup membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan belajar, menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk dikembangkan dan diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan, serta memecahkannya secara kreatif. Pendidikan kecakapan hidup bukanlah mata pelajaran, sehingga dalam pelaksanaannya tidak perlu merubah kurikulum dan menciptakan mata pelajaran baru. Yang diperlukan disini adalah mereorientasi pendidikan dari mata pelajaran ke orientasi pendidikan kecakapan hidup melalui pengintegrasian kegiatan-kegiatan yang pada prinsipnya membekali peserta didik terhadap kemampuan-kemampuan tertentu agar dapat diterapkan dalam kehidupan keseharian peserta didik. Pemahaman ini memberikan arti bahwa mata pelajaran dipahami sebagai alat dan bukan tujuan untuk mengembangkan kecakapan hidup yang nantinya akan digunakan oleh peserta didik dalam menghadapi kehidupan nyata. Prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup sebagai berikut :
- Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku
- Tidak mengubah kurikulum yang berlaku
- Pembelajaran menggunakan prinsip empat pilar, yaitu: belajar untuk tahu, belajar menjadi diri sendiri, belajar untuk melakukan, dan belajar untuk mencapai kehidupan bersama
- Belajar konstekstual (mengkaitkan dengan kehidupan nyata) dengan menggunakan potensi lingkungan sekitar sebagai wahana pendidikan
- Mengarah kepada tercapainya hidup sehat dan berkualitas, memperluas wawasan dan pengetahuan, dan memiliki akses untuk memenuhi standar hidup secara layak.
Prinsip Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup
Kecakapan hidup secara berkelanjutan harus dimiliki oleh peserta didik sejak TK hingga sekolah menengah, dan bahkan perguruan tinggi sekalipun. Akan tetapi dalam praktik pengembangannya, penekanan pendidikan kecakapan hidup tetap mempertimbangkan tingkat perkembangan peserta didik sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan. Kecakapan hidup pada TK dan sekolah dasar (SD) berbeda dengan sekolah menengah pertama (SMP), demikian pula kecakapan hidup pada sekolah menengah pertama berbeda dengan sekolah menengah atas (SMA), bergantung kepada tingkat perkembagan psikologis dan fisiologis peserta didik. Gambar berikut ini merupakan contoh dominasi pendidikan kecakapan hidup pada jenis/jenjang pendidikan TK/SD/ SMP, SMA, dan SMK.
Dominasi Pendidikan Kecakapan Hidup
Pendidikan Kecakapan Hidup di Tiap Jenjang Pendidikan
Pendidikan kecakapan hidup pada jenjang TK/SD/SMP lebih menekankan kepada kecakapan hidup umum (generic life skill), yaitu mencakup aspek kecakapan personal (personal skill) dan kecakapan sosial (social skill). Hal ini memberikan gambaran bahwa untuk jenjang yang lebih rendah lebih berorientasi pada kecakapan hidup yang bersifat dasar/umum sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bukan berarti bahwa pada jenjang ini tidak perlu dikembangkan kecakapan hidup spesifik (specific life skill), yakni kecakapan akademik dan vokasional, akan tetapi apabila dikembangkan maka baru pada tataran awal, misalnya berpikir kritis dan rasional, menumbuhkan sikap jujur dan toleransi.
Aspek dasar yang harus dimiliki peserta didik pada jenjang pendidikan TK/SD/SMP adalah kecakapan personal dan sosial yang sering disebut sebagai kecakapan generik (generic life skill). Proses pembelajaran dengan pembenahan aspek personal dan sosial merupakan prasyarat yang harus diupayakan berlangsung pada jenjang ini. Peserta didik pada usia TK/SD/SMP tidak hanya membutuhkan kecakapan membaca-membaca-berhitung, melainkan juga butuh suatu kecakapan lain yang mengajaknya untuk cakap bernalar dan memahami kehidupan secara arif, sehingga pada masanya peserta didik dapat berkembang, kreatif, produktif, kritis, jujur untuk menjadi manusia-manusia yang unggul dan pekerja keras. Pendidikan kecakapan hidup pada jenjang ini lebih menekankan kepada pembelajaran akhlak sebagai dasar pembentukan nilai-nilai dasar kebajikan (basic goodness), seperti: kejujuran, kebaikan, kepatuhan, keadilan, etos kerja, kepahlawanan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta kemampuan bersosialisasi.
Kecakapan personal (personal skill)
Kecapakan personal mencakup kesadaran diri dan berpikir rasional.
Kesadaran diri dalam melihat dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan keluarga, kebiasaannya, kegemarannya, dan sebagainya. Pada tataran yang lebih tinggi, peserta didik akan semakin memahami posisi drinya di lingkungan kelasnya, sekolahnya, desanya, kotanya, dan seterusnya, minat, bakat, dan sebagainya.
Kecakapan berpikir meliputi kecakapan menggali informasi, mengolah informasi, dan mengambil keputusan secara cerdas, serta mampu memecahkan masalah secara tepat dan baik. Pada jenjang pendidikan menengah (SMP dan SMA) ketiga kecakapan tersebut jauh lebih kompleks ketimbang dengan tingkat sekolah dasar (SD). Sebagaimana diketahui bahwa dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK), kemampuan berpikir mengambil keputusan secara cerdas dan memecahkan masalah secara baik dan tepat menjadi isu utama dalam pembelajaran kecakapan hidup pada peserta didik sekolah menengah (Wasino 2004, diolah).
Kecakapan sosial (social skill)
Kecakapan sosial dapat dipilah menjadi dua jenis utama, yaitu :
Kecakapan berkomunikasi. Dalam hal ini diperlukan kemampuan bagaimana memilih kata dan cara menyampaikan agar mudah dimengerti oleh lawan bicaranya. Karena komunikasi secara lisan adalah sangat penting, maka perlu ditumbuhkembangkan sejak dini kepada peserta didik. Lain halnya dengan komunikasi secara tertulis. Dalam hal ini diperlukan kecakapan bagaimana cara menyampaikan pesan secara tertulis dengan pilihan kalimat, kata-kata, tata bahasa, dan aturan lainnya agar mudah dipahami orang atau pembaca lain.
Kecakapan bekerjasama. Kemampuan bekerjasama perlu dikembangkan agar peserta didik terbiasa memecahkan masalah yang sifatnya agak kompleks.
Kecakapan akademik (academic skill)
Kecakapan akademik seringkali disebut juga kecakapan intelektual atau kemampuan berpikir ilmiah yang pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir secara umum, namun mengarah kepada kegiatan yang bersifat keilmuan. Kecakapan ini mencakup antara lain kecakapan mengidentifikasi variabel, menjelaskan hubungan suatu fenomena tertentu, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan penelitian. Untuk membangun kecakapan-kecakapan tersebut diperlukan pula sikap ilmiah, kritis, obyektif, dan transparan.
Kecakapan vokasional (vocational skill)
Kecakapan ini seringkali disebut dengan kecakapan kejuruan, artinya suatu kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat atau lingkungan peserta didik. Kecakapan vokasional lebih cocok untuk peserta didik yang menekuni pekerjaan yang mengandalkan keterampilan psikomotorik daripada kecakapan berpikir ilmiah. Namun bukan berarti peserta didik SMP dan SMA tidak layak untuk menekuni bidang kejuruan seperti ini. Misalnya merangkai dan mengoperasikan komputer. Kecakapan vokasional memiliki dua bagian, yaitu: kecakapan vokasional dasar dan kecakapan vokasional khusus yang sudah terkait dengan bidang pekerjaan tertentu seperti halnya pada peserta didik di SMK. Kecakapan dasar vokasional bertalian dengan bagaimana peserta didik menggunakan alat sederhana, misalnya: obeng, palu, dsb; melakukan gerak dasar, dan membaca gambar sederhana. Kecakapan ini terkait dengan sikap taat asas, presisi, akurasi, dan tepat waktu yang mengarah kepada perilaku produktif. Sedangkan vokasional khusus hanya diperlukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Misalnya pekerja montir, apoteker, tukang, tehnisi, atau meramu menu bagi yang menekuni pekerjaan tata boga, dan sebagainya.
Penekanan Pendidikan Kecakapan Hidup di Tiap Jenjang Pendidikan
Pada intinya pendidikan kecakapan hidup ini membantu dan membekali peserta didik dalam pengembangan kemampuan belajar, menyadari dan mensyukuri potensi diri, berani menghadapi problema kehidupan, serta mampu memecahkan persoalan secara kreatif. Pendidikan kecakapan hidup bukan mata pelajaran baru, akan tetapi sebagai alat dan bukan sebagai tujuan. Penerapan konsep pendidikan kecakapan hidup terkait dengan kondisi peserta didik dan lingkungannya seperti substansi yang dipelajari, karakter peserta didik, kondisi sekolah dan lingkungannya.
Lebih lanjut penekanan pembelajaran kecakapan hidup pada masing-masing jenjang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar di atas menunujukkan penekanan porsi pembelajaran antara kecakapan hidup dan substansi mata pelajaran yang ada di masing-masing jenjang pendidikan. Pada jenjang TK/SD/SMP, porsi kecakapan hidup sangat besar dan porsi substansi mata pelajaran masih kecil. Sedangkan pada jenjang SMA, porsi kecakapan hidup makin berkurang dan substansi mata pelajaran semakin bertambah. Begitu pula pada jenjang S1 dan S2, porsi kecakapan hidup semakin berkurang karena porsi akademik semakin besar.
Prinsip pembelajaran kecapakan hidup lebih kepada pembelajaran kontekstual, yaitu adanya keterkaitan antara kehidupan nyata dengan lingkungan dan pengalaman peserta didik. Lebih lanjut hubungan antara mata pelajaran, kecakapan hidup, dan kehidupan nyata dapat digambarkan sebagai berikut.
Pendidikan kecakapan hidup bukan sebagai mata pelajaran melainkan bagian dari materi pendidikan yang terintegrasi dalam mata pelajaran. Perangkat pembelajaran untuk semua jenis baik mata pelajaran maupun jenjang pendidikan yang mengintegrasikan kecakapan hidup, dirancang/disusun secara kontekstual, sebagaimana digambarkan dalam ilustrasi berikut :
Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup
Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup terintegrasi dengan beragam mata pelajaran yang ada di semua jenis dan jenjang pendidikan. Misalnya pada mata pelajaran Matematika yang mengintegrasikan pendidikan kecakapan hidup di dalamnya, selain mengajarkan peserta didik agar pandai matematika, juga pandai memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti: membaca data, menganalisis data, membuat kesimpulan, mempelajari ilmu lain, dan sebagainya.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam menjabarkan kecakapan hidup yang terintegrasi dalam mata pelajaran, antara lain :
- melakukan identifikasi unsur kecakapan hidup yang dikembangkan dalam kehidupan nyata yang dituangkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran
- melakukan identifikasi pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang mendukung kecakapan hidup
- mengklasifikasi dalam bentuk topik/tema dari mata pelajaran yang sesuai dengan kecakapan hidup
- menentukan metode pembelajaran
- merancang bentuk dan jenis penilaian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar