Pembantaian Kuta Reh terjadi pada 14 Juni 1904 di Kuta Reh, Gayo. Pembantaian menyebabkan sebanyak 2.922 warga dibunuh, terdiri dari 1.773 laki-laki dan 1.149 perempuan. Tapi menurut catatan Kempes dan Zentgraaff korban pembantaian itu mencapai 4.000 orang. Jumlah yang tidak sedikit tentunya dan sangat bertentangan dengan hukum humaniter karena korban adalah penduduk sipil.
Perjalanan menuju ke Gayo tidaklah mudah. Sepanjang perjalanan menuju ke sana, mereka selalu di serang oleh pejuang Aceh di beberapa tempat, ditambah lagi mereka harus naik turun bukit. Untuk menghibur para maréchaussée itu, Van Huetsz merasa perlu mengirim istri-istri mereka ke sana melalui Kuala Simpang. Para wanita itu dikirim oleh Rammerswall, kepala depot dari 800 pekerja paksa di Kuala Simpang.
Pengiriman itu sangat merepotkan Rammerswall. Dari Kuala Simpang, transportasi barisan perempuan-perempuan itu dilakukan dengan naik perahu sampai ke Kalue. Dari sana para pekerja paksa mengangkut barang-barang mereka sampai ke Pinding, terus melewati Gunung Burni Gajah. Namun, di tengah perjalanan melelahkan itu, sebelum sampai ke Blangkejeren banyak istri maréchaussée yang memilih kembali ke Langsa.
Sementara perempuan-perempuan yang melanjutkan perjalanannya ke Blangkejeren merupakan perempuan-perempuan tua Ambon yang oleh Zentgraaff digambarkan sebagai perempuan-perempuan kasar jenis “tartar” yang berwajah kusam yang tidak lagi menggoda, bahkan bagi pengawal rombongan itu sekalipun. Inilah yang kemudian menjadi masalah baru, hingga menimbulkan perselingkuhan antara maréchaussée dengan istri kawannya. Banyak maréchaussée yang frustasi hingga menembak komandan dan kawan sepasukannya sendiri.
Keberingasan maréchaussée itu berdampak pada penyerangan-penyerangan selanjutnya ke berbagai daerah operasi. Mereka menjadi pasukan yang di luar kendali dan bertindak brutal. Mulai dari penyerangan ke Gayo Laut, Gayo Deret, sampai kemudian Van Daalen dan pasukannya pada 9 Maret 1904 menyerang Gampong Kela sebuah daerah terpencil di Gayo Lues pada masa itu.
Hampir seluruh isi benteng dimusnahkan dan yang luka-luka tertawan akhirnya dibunuh. Menurut catatan Keempes dan Zentegraaf hampir 4000 rakyat Gayo dan Alas gugur, termasuk pejuang Gayo seperti Aman Linting, Aman Jata, H Sulaiman, Lebe Jogam, Srikandi Inen Manyak Tri, Dimus dan lain-lain.
Pengiriman itu sangat merepotkan Rammerswall. Dari Kuala Simpang, transportasi barisan perempuan-perempuan itu dilakukan dengan naik perahu sampai ke Kalue. Dari sana para pekerja paksa mengangkut barang-barang mereka sampai ke Pinding, terus melewati Gunung Burni Gajah. Namun, di tengah perjalanan melelahkan itu, sebelum sampai ke Blangkejeren banyak istri maréchaussée yang memilih kembali ke Langsa.
Sementara perempuan-perempuan yang melanjutkan perjalanannya ke Blangkejeren merupakan perempuan-perempuan tua Ambon yang oleh Zentgraaff digambarkan sebagai perempuan-perempuan kasar jenis “tartar” yang berwajah kusam yang tidak lagi menggoda, bahkan bagi pengawal rombongan itu sekalipun. Inilah yang kemudian menjadi masalah baru, hingga menimbulkan perselingkuhan antara maréchaussée dengan istri kawannya. Banyak maréchaussée yang frustasi hingga menembak komandan dan kawan sepasukannya sendiri.
Keberingasan maréchaussée itu berdampak pada penyerangan-penyerangan selanjutnya ke berbagai daerah operasi. Mereka menjadi pasukan yang di luar kendali dan bertindak brutal. Mulai dari penyerangan ke Gayo Laut, Gayo Deret, sampai kemudian Van Daalen dan pasukannya pada 9 Maret 1904 menyerang Gampong Kela sebuah daerah terpencil di Gayo Lues pada masa itu.
Hampir seluruh isi benteng dimusnahkan dan yang luka-luka tertawan akhirnya dibunuh. Menurut catatan Keempes dan Zentegraaf hampir 4000 rakyat Gayo dan Alas gugur, termasuk pejuang Gayo seperti Aman Linting, Aman Jata, H Sulaiman, Lebe Jogam, Srikandi Inen Manyak Tri, Dimus dan lain-lain.
Mulai dari kampung itulah penaklukan demi penaklukan dilakukan Van Daalen, dimulai dari benteng pasir pada tanggal 16 Maret 1904, Gemuyung pada tanggal 18,19 dan 20 Maret 1904, Durin pada tanggal 22 Maret 1904, Badak pada tanggal 4 April 1904, Rikit Gaib pada tanggal 21 April 1904, Penosan pada tanggal 11 Mei 1904 dan Tampeng pada tanggal 18 Mei 1904.
Sumber
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar