Pada pantai utara Jayapura ada sebuah desa bernama desa Kendate, yang merupakan bagian dari wilayah kecamatan Depapre Kabupate Jayapura, yang terletak di kaki gunung Ipapu dan Depapre. Secara administratif pemerintahan desa Kendate memiliki batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan desa sroyen kecamatan Demta
- Sebelah timur berbatasan dengan desa enteyebo kecamatan Depapre
- Sebelah selatan berbatasan dengan desa Maribu kecamatan Sentani Barat
- Sebelah barat berbatasan dengan lautan pasifik
Keadaan topografi desa Kendate relatif bergunung dan berbatuan karena berada di kaki gunung Ipapu dan Depapre, serta memiliki hutan yang cukup luas.
Keadaan Iklim dan Demografi
Iklim di wilayah Kendate yang terletak di pesisir pantai bersuhu minimum 23,2° C dan maksimum 32,3° C, dengan kelembaban udara 32° C. Curah hujan di desa Kendate cukup tinggi di mana setiap bulan dalam satu tahun selalu turun hujan yang berkisar 1674 mm/tahun. Jumlah demografi penduduk di desa Kendate secara keseluruhan adalah 377 orangyang terdiri dari laki-laki 198 orang dan perempuan 179 orang yang mencakup 18 kepala keluarga. Tingginya angka kelahiran ini disebabkan oleh banyaknya perkawinan pada usia muda. Secara umum maysarakat desa Kendate tidak menjalankan program KB karena menganggap hal tersebut bukan merupakan kebutuhan primer bagi mereka, selain itu menurut kepercayaan bahwa para arwah atau dewa akan menghukum dengan tidak lagi memberikan keturunan bagi keluarga tersebut.
Sejarah Asal-usul dan Bahasa
Nenek moyang suku Moi berasal dari Genyem. kata Moi artinya “pemandangan matahari sore yang kemerah-merahan dan agak berkabut di atas bukit”. Secara khusus orang Moi yang berada di desa Kendate terdiri dari 11 klan, klan ini memiliki asal-usul yang berbeda. Orang pertama yang menempati desa Kendate adalah klan Walli. Walli artinya manusia yang keluar dari dalam tanah atau “manusia yang hidup”. Pada tahun 1912 injil masuk ke teluk Demaenggong dibawa oleh Yakob Suae yang berasal dari desa Entyebo, orang Moi yang pertama kali menerima Injil adalah klen Wandadaya.
Karena kurangnya umat, semua orang yang berada di dataran Wanbusron harus turun ke pantai dan membentuk satu kampung untuk menerima Injil. Pada tahun 1940-an terjadi perang dunia ke-II antara bangsa Amerika dan jepang, karena takut akan bahaya maka semua masyarakat yang berada di sekitar pantai pindah ke daratan dan membentuk perkampungan-perkampungan baru. Tiap klan memiliki seorang kepala suku dan tiap kampung dipimpin oleh Korano sebagai seorang pemimpin dan untuk memudahkan pengawasan dari pemerintah Hindia Belanda maka seluruh masyarakat diperintah untuk membentuk satu perkampungan Demanggong yang sekarang disebut desa Kendate.
Pengertian kata Moi menurut masyarakat berarti satu bahasa yang artinya mereka semua berasal dari rumpun yang memiliki bahasa yang sama, bahasa daerah yang mereka pakai sehari-hari dalam kehidupan mereka. Dalam kehidupan setiap hari di kalangan para pemuda dan pelajar pemakaian bahasa Moi sebagai bahasa pengantar sudah jarang dipergunakan, kecuali kalangan orang tua sebagai alat komunikasi setiap hari.
Mata pencaharian
Pada dasarnya aktifitas mata pencaharian orang Moi di desa Kandate bervariasi namun yang paling utama adalah aktifitas bercocok tanam. Selain bercocok tanam terdapat juga mata pencaharian seperti meramu sagu, menangkap ikan dan berburu.
Religi dan kesenian
Orang Moi memiliki kepercayaan tradisional yang diyakini kepercayaan itu tetap ada sekalipun mereka sudah percaya pada ajaran agama Kristen yang diajarkan kepada mereka. Masyarakat percaya kepada arwah-arwah roh yang berada di sekeliling mereka. Orang Moi juga mengenal ilmu gaib misalnya dugunakan untuk membantu aktifitas mata pencaharian hidup seperi berkebun, berburu dan menangkap ikan. Bagi orang Moi kepercayaan terhadap nenek moyang mereka ada berbagai macam bentuk tergantung dari asal mula suku atau klan itu berasal. Misalnya klen Walli memiliki sebuah alat musik bernama prenggung. Mereka percaya bahwa benda ini dapat menolong mereka dalam musibah sperti sakit ataupun meninggal. Dalam kehidupan sehari-hari orang Moi tidak terlepas dari seni, baik seni rupa, seni suara, maupun seni tari. Seni rupa merupakan bagian dalam kebudayaan orang Moi di desa Kendate yang nampak pada perahu bercadik, anak panah, tifa, dan kayu pemikul babi. Seni vokal pada masyarakat Kendate dikembangkan khususnya di kalangan muda. Mereka sering melantunkan lagu daerah yang berirama khas. Misalnya dalam ibadah berkabung, acara perpisahan, penyambutan tamu yang datang, pelantikan ondoafi, dan lain-lain. Alat musik yang digunakan yaitu gitar, suling, stang bass, ukulele, dan tifa.
Suku Moi di desa Kendate memiliki dua bentuk tari. Yang pertama adalah dansa adat biasa yang bernama kenasi babu. Dansa adat ini biasanya dilakukan pada acara pentabisan atau peneguhan seorang ondoafi, menyambut tamu atau perkawinan. Yang kedua adalah Yefi yang berisi lagu-lagu pujian terhadap seorang gadis dan yefi ini digunakan generasi muda untuk mencari jodohnya. Lagu-lagu yang dinyanyikan dapat diciptakan oleh kaum muda itu sendiri dan dapat diciptakan di mana saja.
Sistem Organisasi Sosial dan Kekerabatan
Masyarakat Kendate memiliki dua sistem kepemimpinan yakni sistem kepemimpinan informal dan sistem kepemimpinan formal. Pada sistem informal adalah tipe ondoafi yang merupakan pemimpin tertinggi, dan bersifat turun temurun. Setiap klan memiliki kepala suku untuk memimpinnya. Berdasarkan struktur itu, ondoafi memiliki tugas dan kedudukan yang tertingi yaitu pada unsur-unsur adat seperti melindungi, mengawasi dan memelihara serta bertangung jawab atas keamanan, kenyamanan warga masyarakat dan mengkoordinir kepala klen yang ada. Selain itu ondoafi juga memiliki tugas menyimpan harta kekayan milik masyarakat, melindungi dan menjaga segala sesuatu yang menajadi sumber hidup masyarakat.
Dalam sistem kekerabatan orang Moi, peranan seorang anak laki-laki yang sudah kawin dan belum dapat mengurus rumah tanga diberi kesempatan untuk tinggal dengan orang tuanya untuk mengurus kebutuhanya bersama keluarganya. Keluarga inti pada suku Moi terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya yang belum menikah. Untuk keluarga luas adalah kelompok keluarga kekerabatan yang terdiri dari kumpulan keluarga inti yang saling berhubungan karena sedarah dan hidup bersama. Bentuk perkawinan monogamy dianggap merupakan wadah terpenuhinya tujuan keluarga dengan cara yang lebih baik, artinya perkawinan yang menguntungkan bukan saja bagi istri dan anak-anaknya tetapi warga masyarakat yang lainnya. Namun, bentuk poligami tidak menutup kemungkinan apabila memiliki harta yang banyak dan sangup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Dalam perkawinan suku Moi terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila hendak melangsungkan perkawianan yaitu kedewasaan umur, kemampuan untuk membayar mas kawin, mampu berkebun atau melaut, mempunyai sikap sopan, mampu mencurahkan tenaga untuk kawin dan melangsungkan pertukaran gadis.
Sy juga berminat untuk meneliti tentang suku Moi di Kab. Jayapura ini. Bolehkah sy minta judul buku referensi yg dijadikan acuan dlm menulis tulisan ini?
BalasHapusSetahu saya, Suku Moi saat ini berada di wilayah Provinsi Papua Barat. Tepatnya di wilayah Kepala Burung, Sorong. Kalau ingin meneliti baiknya langsung terjun ke lapangan, karena referensi yang berkembang sekarang ini tentang Suku Moi banyak simpang siur
HapusSuku Moi jg ada di Kabupaten Jayapura dan mereka gak ada hubungannya, baik kekerabatan maupun kebudayaan, dgn suku Moy yang ada di Sorong. Hal itu ditandai dgn bahasa daerah yg mereka gunakan, tdk ada kemiripan kosa kata.
BalasHapusOrg Kendate tdk terima Injil pd thn 1912, n bpk Yakub Suwae bukan org yg membawa Injil pertama kali k Kendate. Nenek moyang org Kendate baru diturunkan k Kendate dari kampung Mrap d dataran Nimboran (Genyem) thm 1932 oleh Gr Injil Barnabas Yufuwai (org T'Nusu). Bpk Yakub Suwae, iparnya Gr Barnabas Yufuwai diminta utk membantu Gr Barnabas.. (Lihat 'Ajaib di Mata Kita"; Dr.F.C.Kamma)
BalasHapus