Web Toolbar by Wibiya

Sabtu, 03 Maret 2012

Umar bin Abdul Azis

Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, ya begitulah rakyatnya memanggilnya. Seorang pemimpin yang saleh, kharimastik, bijaksana, dan dekat dengan rakyatnya. Sosoknya yang begitu melegenda tentu membuat hati penasaran untuk mengenalnya. Peristiwa-peristiwa pada pemerintahannya menimbulkan rasa cinta untuk meneladaninya. Berikut ini bersama kita simak biografi singkat dari sang khalifah yang mulia.

Ia adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Manaf, seorang imam dalam permasalahan agama dan dunia, penghafal hadis nawabi, mujtahid, laki-laki yang zuhud, pula ahli ibadah, sosok yang benar-benar layak digelari pemimpin orang-orang yang beriman. Ia dikenal juga dengan Abu Hafs, nasabnya Al-Qurasyi Al-Umawi.

Umar bin Abdul (bergelar Umar II), lahir pada tahun 63 H atau 682 M  dan meninggal pada Februari 720 M pada umur sekitar 37–38 tahun. Beliau adalah khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari tahun 717 M (pada usia 34–35 tahun) sampai 720 M. Ada ahli sejarah yang berpendapat bahwa kelahiran Umar bin Abdul Aziz terjadi di tahun 61 H. Ia dilahirkan di Kota Madinah An-Nabawiyah, pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah. Ada juga yang mengklaim ia lahir di Mesir. Umar bin Abdul Aziz tidak memiliki usia yang panjang, ada yang berpendapat ia wafat pada usia 40 tahun, usia yang masih relatif muda dan masih dikategorikan usia produktif. Namun, di balik usia yang singkat tersebut, ia telah berbuat banyak untuk peradaban manusia dan Islam secara khusus.

Ayahnya adalah Abdul Aziz bin Marwan, salah seorang dari gubernur Klan Umayah. Ia seorang yang pemberani lagi suka berderma. Ia menikah dengan seorang wanita salehah dari kalangan Quraisy lainnya, wanita itu merupakan keturunan Umar bin Khattab, dialah Ummua Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab, dialah ibu Umar bin Abdul Aziz. Abdul Aziz merupakan laki-laki yang saleh yang baik pemahamannya terhadap agama. Ia merupakan murid dari sahabat senior Abu Hurairah.

Ibunya Ummu Ashim, Laila binti Ashim bin Umar bin Khattab. Bapaknya Laila merupakan anak Umar bin Khattab, ia sering menyampaikan hadis nabi dari Umar. Ia adalah laki-laki dengan perawakan tegap dan jangkung, satu dari sekian laki-laki mulia di zaman tabi’in. Ada kisah menarik mengenai kisah pernikahannya, kisah ini cukup penting untuk diketengahkan karena dampak kejadian ini membekas kepada keturunannya, yakni Umar bin Abdul Aziz.

Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar dengan Umar bin Khattab terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa kekuasaan Umar bin Khattab. Khalifah Umar sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari di sekitar daerah kekuasaannya. Pada suatu malam beliau mendengar dialog seorang anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin. Sang ibu berujar, “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”. Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”. Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”. Balas si anak “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”. Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu. Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu. Kata Umar, "Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”. Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.

Abdul Aziz bin Marwan (bapak Umar), mempunyai sepuluh orang anak. Mereka adalah Umar, Abu Bakar, Muhammad, dan Ashim. Ibu mereka adalah Laila binti Ashim bin Umar bin Kahttab. Abdul Aziz mempunyai enam anak dari selain Laila, yaitu Al-Ashbagh, Sahal, Suhail, Ummu Al-Hakam, Zabban dan Ummul Banin. Ashim (saudara Umar) inilah yang kemudian menjadi kunyah ibunya (Laila Ummu Ashim).

Umar memiliki empat orang istri. Istri pertamanya adalah wanita yang salehah dari kalangan kerajaan Bani Umayah, ia merupakan putri dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan yaitu Fatimah binti Abdul Malik. Ia memiliki nasab yang mulia sebagai putri khalifah, kakeknya juga khalifah, saudara perempuan dari para khalifah, dan istri dari khalifah yang mulia Umar bin Abdul Aziz, namun hidupnya sederhana. Istrinya yang lain adalah Lamis binti Ali, Ummu Utsman bin Syu’aib, dan Ummu Walad.

Umar bin Abdul Aziz berkulit cokelat, berwajah lembut dan tampan, berperawakan ramping, berjanggut rapi, bermata cekung, dan di keningnya terdapat bekas luka akibat sepakan kaki kuda. Ada pula yang mengatakan, ia berkulit putih, berwajah lembut dan tampan, berperawakan ramping dan berjenggot rapi.

Riwayat Perjalanan Kepemimpinan

Umar dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak. Ia tinggal di sana sampai kematiannya ayahnya, di mana kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh Abdul-Malik dan menikah dengan anak perempuannya Fatimah. Ayah mertuanya kemudian segera meninggal dan ia diangkat pada tahun 706 sebagai gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid I.

Tidak seperti sebagaian besar penguasa pada saat itu, Umar membentuk sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, di mana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf. Hal tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan al-Walid I untuk memberhentikan Umar. Al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj dan memberhentikan Umar dari jabatannya. Tetapi sejak itu, Umar sudah memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu.

Umar tetap tinggal di Madinah selama masa sisa pemerintahan al-Walid I dan kemudian dilanjutkan oleh saudara al-Walid, Sulaiman. Pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik ( 96-99 ), Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi al Katib (sekretaris Negara), gelar al Katib pada masa itu merupakan panggilan bagi seseorang yang menjabat kepala sebuah departemen pemerintahan,seperti halnya panggilan “ Secretary of State “ maupun “secretary of foreign affair “ di dalam ketatanegaraan Inggris dan Amerika Serikat. Sulaiman, yang juga merupakan sepupu Umar selalu mengagumi Umar, dan menolak untuk menunjuk saudara kandung dan anaknya sendiri pada saat pemilihan khalifah dan menunjuk Umar.

Umar menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716 M. Ia di bai'at sebagai khalifah pada hari Jumat setelah salat Jumat. Hari itu juga setelah ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan khalifah baru ini. Khalifah Umar, masih satu nasab dengan Khalifah kedua, Umar bin Khattab dari garis ibu.

Seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid seusai salat jumat dalam keadaan bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah mengumumkan, "Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini". Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki". Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan diiringi tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah. 

Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas. Karena kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik, ia berniat untuk tidur. Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?". Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini". "Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?", tanya anaknya ingin tahu. Umar membalas, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat". Kemudian anaknya berujar lagi, “Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggungjawab Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar ibn Abdul Aziz terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau memanggil anaknya mendekati beliau, mengucup kedua belah mata anaknya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku”.

Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) memerintah. Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah dengan 4 khalifah pertama itu. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 2 dirham perhari atau 60 dirham perbulan. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki beliau dengan Khulafaur Rasyidin ke-5. Khalifah Umar ini hanya memerintah selama tiga tahun kurang sedikit. Menurut riwayat, beliau meninggal karena dibunuh (diracun) oleh pembantunya.

Kedekatan Umar dengan Sulaiman

Sulaiman bin Abdul-Malik merupakan sepupu langsung dengan Umar. Mereka berdua sangat erat dan selalu bersama. Pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul-Malik, dunia dinaungi pemerintahan Islam. Kekuasaan Bani Umayyah sangat kukuh dan stabil.

Suatu hari, Sulaiman mengajak Umar ke markas pasukan Bani Umayyah. Sulaiman bertanya kepada Umar "Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul-Aziz?", dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih. Namun jawab Umar, "Aku sedang lihat dunia itu sedang makan antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya". Khalifah Sulaiman berkata lagi "Engkau tidak kagumkah dengan kehebatan pemerintahan kita ini?". Balas Umar lagi, "Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali setan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia".

Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan marah dengan kata-kata Umar bin Abdul-Aziz, namun beliau menerima dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.
Menjelang wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihati beliau, "Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?". Jawab Khalifah Sulaiman, "Aku melihat Umar Ibn Abdul Aziz".
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan darai kalangan menteri dan keluarga. Sebelum wafatnya Sulaiman, beliau memerintahkan agar para menteri dan para gubernur berbai’ah dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat tersebut.

Pemerintahan Umar bin Abdul-Aziz

Hari ke dua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah umum. Di penghujung khutbahnya, beliau berkata “Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas al Quran, aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik di kalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya di kalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah” Beliau kemudian duduk dan menangis "Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku" sambung Umar Ibn Abdul Aziz.

Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?” Beliau mejawab “Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya banyak, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah SAW’’. Isterinya pun juga turut mengalir air mata.

Umar Ibn Abdul Aziz mula memeritah pada usia 36 tahun sepanjang waktu 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan. Pada waktu inilah dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima zakat karena tingkat kemakmuran yang tinggi, sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa diiklankan kepada sesiapa yang tidak punya pembiayaan untuk mernikah dan juga hal-hal lain.

Hubungan Nusantara dengan Pemerintahan Umar bin Abdul Azis

Tercatat Raja Sriwijaya pernah dua kali mengirimkan surat kepada khalifah Bani Umayyah. Yang pertama dikirim kepada Muawiyah I, dan yang ke-2 kepada Umar bin Abdul-Aziz. Surat kedua didokumentasikan oleh Abd Rabbih (860-940 M) dalam karyanya Al-Iqdul Farid. Potongan surat tersebut berbunyi :
 
Dari Rajadiraja...; yang adalah keturunan seribu raja ... kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.

Kebijakan Politik Umar Bin Abdul Aziz

Harus diakui bahwa beliau adalah khalifah yang adil, arif, bijaksana dan persuasif. Kebijakan politik Umar bin Abdul Aziz untuk mengatur Negara dan masyarakat mendapat dukungan luas, termasuk dari kelompk atau kalangan yang tadinya menentang khalifah sebelumnya. Setelah khalifah Umar bin Abdul Aziz dinobatkan sebagai khalifah, mereka mendukung dan membaiat sepenuhnya terhadap kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kelompok syiah, Mu’tazilah, Khawarij, kaum Mawali dan lain-lain menilai bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah dari Bani Umayah yang saleh, bersahaja, bijaksana dan selalu mau mendengar rintihan penderitaan rakyatnya. Sikap perilaku saleh dan sederhana itu salah satunya tampak dari kebijakannya untuk menjual banyak perhiasan dan harta benda lalu di masukkan ke bait al-mal (kas negara) untuk kepentingan orang banyak.

Pada dasarnya kebijakan politik pemerintahan Umar bin Abdul Aziz itu selalu diarahkan untuk kepentingan rakyat banyak, tidak mementingkan kelompok tertentu, sehingga seluruh lapisan masyarakat dari berbagai sekte yang ada pada saat itu mendukung sepenuhnya kebijakan yang di terapkan. Mereka menilainya sebagai kebijakan yang manusiawi dan senantiasa menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, golongan maupun keluarga sehingga pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz jarang sekali terjadi pemberontakan, bahkan kelompok-kelompok yang selama ini merasa berlawanan dengan kebijakannya tidak berani melakukan konflik terbuka terhadap Umar bin Abdul Aziz.

Salah satu kebijakan politik pemerintahan Umar bin Abdul Aziz yang mendapat simpati luas dari rakyat ialah sikap adil dan tegasnya terhadap kerabat Bani Umayah dan Bani Marwan yang memonopoli tanah tanah rakyat. Semua tanah itu kemudian dikembalikan kepada yang berhak secara adil. Contoh dari sikap beliau adalah ketika menghadapi persoalan tanah-tanah orang Samarkand yang diserobot oleh Bani Marwan. Dengan pendekatan humanis khalifah Umar memerintahkan Bani Marwan untuk segera mengemballikan tanah-tanah tersebut kepada pemiliknya dan orang-orang Samarkand itu akhirnya memperoleh tanahnya kembali.

Demikian pula kebijakan beliau yang sangat simpatik yakni kebijakan tentang larangan bagi yang mencaci-maki terhadap Bani Umayah, sehingga setiap Khotib Jumat diajak untuk membuka salah satu ayat suci Al Quran yang memerintahkan untuk berbuat adil demi kebaikan sesama umat manusia (walaupun berbeda suku dan keturunan).

Kebijakan politik pemerintahan Umar bin Abdul Aziz memperlihatkan ciri yang sangat spesifik dan khas terutama jika dibandingkan dengan para khalifah sebelumnya. Umar bin Abdul Aziz lebih mendasarkan politiknya pada prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran dan tidak bersifat otoriter sehingga rakyat banyak yang memujinya, termasuk dari pihak yang sebelumnya menjadi lawan politiknya. Hal ini menunjukkan sikap pesuasif Umar bin Abdul Aziz. Ia menjadi tauladan yang baik di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa, sekalipun ada sebagian yang kurang setuju dengan pola kepemimpinan beliau. Di antara prinsip dan idealisme politik Umar bin Abdul Aziz yang sangat penting di catat adalah :
  1. Kesederhanaan dan kebersahajaan.Hal ini ditujukan pada seluruh rakyat,baik bangsawan maupun rakyat jelata. Seluruh rakyat bani umayah dianjurkan mempunyai sikap dan perilaku yang sederhana dan bersahaja, sekalipun tradisi semacam ini dianggap bertentangan dengan kebijakan khalifah sebelumnya.Umar bin Abdul Aziz sendiri yang membuktikan dan memberi tauladan tentang hal ini. Sebelum menjadi khalifah,beliau termasuk orang yang paling mewah hidupnya,tepatnya waktu beliau menjadi Gubernur di Madinah dan ketika menjadi Katib. Setelah diangkat menjadi khalifah,beliau justru bersikap sebaliknya,seluruh harta benda dijual dan dikembalikan untuk kepentingan Negara(melalui bait al mal).
  2. Kejujuran. Menurut ajaran Islam, sikap dan perilaku jujur harus dimiliki oleh setiap individu muslim, apalagi bagi seorang gubernur, wazir, katib apalagi khalifah. Apabila kita memiliki sikap jujur ini maka negara akan aman dan tenteram. Amat kecil kemungkinan terjadi korupsi, kolusi maupun nepotisme (KKN). Kejujuran merupakan tiang utama untuk membangun suatu negara maupun masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Kemunduran suatu Negara akan sangat tergantung pada perilaku yang dimiliki oleh para penguasa.
  3. Keadilan dan Kebenaran. Dalam masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz keadilan dan kebenaran menjadi prinsip yang kuat dalam mengendalikan negara dan rakyat. Beliau terkenal sebagai khalifah yangs sangat memperhatikan rakyatnya agar terhindar dari penguasa yang zalim. Umar bin Abdul Aziz telah banyak mengembalikan tanah-tanah yang dulu dirampas oleh penguasa penguasa zalim sebelumnya dan kemudian beliau kembalikan pada pemilik yang ssah. Oleh karena itu beliau memecat para pejabat yang menguasai tanah rakyat.
  4. Pembasmian Feodalisme. Sikap dan perilaku dalam feodalisme di kalangan istana dan masyarakat luas dikikis habis. Menurutnya, sikap dan perilaku demikian justru akan menimbulkan diskriminasi antara bangsawan dan rakyat jelata.Umat bin Abdul Aziz sangat tidak setuju terhadap adanya pembedaan kelas atau keturunan, baik keturunan arab maupun keturunan non arab. Baginya yang membedakan mereka hanya takwa, keimanan dan keyakinan terhadap Allah SWT. Meskipun Umar bin Abdul Aziz keturunan kaum feodal Bani Umayah, dalam kehidupan sehari-hari beliau bertindak tegas menentang sistem yang terbangun dari budaya kaum feodalis. Beliau tidak setuju dengan cara-cara kaum feodal yang menguasai beberapa bidang tanah luas untuk kepentingan kerabat-kerabat istana dan beliau sendiri memberikan contoh, tanah-tanahnya yang luas telah di berikan ke bait al-mal untuk kepentingan kaum muslimin. Beliau juga sangat tidak setuju kalau kalangan istana harus diberi penghasilan dalam jumlah yang besar dan diambil dari budget negara padahal mereka tidak bekerja.Umar bin Abdul Aziz menganggap perilaku pelayanan seperti ini tidak adil. Dengan demikian semua cara dan praktek feodalisme yang di lakukan oleh Kalifah sebelumnya dihapus. Dalam pembasmian feodalisme,Umar bin Abdul Aziz mengambil kebijakan untuk mengurangi beban pajak yang biasa dipungut dari orang orang Nasrani. Maka mereka berbondong-bondong masuk Islam karena penghargaan terhadap agama Islam dan juga karena daya tarik Umar bin Abdul Aziz dan sikapnya kepada rakyat yang berbeda agama. Sikap seperti ini merupakan kebijakan yang mengacu pada tauladan dari Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin sebagaimana yang tertuang pada Piagam Madinah.
Prinsip dan idealisme politik pemerintahan Umar bin Abdul Aziz didasarkan atas diktum-diktum terkenal dalam Piagam Madinah. Antara lain disebutkan bahwa piagam Madinah memberikan landasan kokoh bagi kehidupan bersama di suatu Negara dan menhargai adanya pluralitas suku, agama dan budaya. Isi piagam Madinah di antaranya adalah :
  1. Semua pemeluk Islam,meskipun berasal dari berbagai suku adalah satu komunitas.
  2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas lainnya didasarkan atas prinsip prinsip sebagai berikut :
  • Bertetangga yang baik
  • Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
  • Membela mereka yang teraniaya
  • Saling menasehati dan
  • Saling menghormati kebebasan bersama

Lima prinsip ini terdapat dalam piagam Madinah dan telah dijalankan secara konsisiten oleh Umar bin Abdul Aziz dalam melakukan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan untuk kepentingan negara, bangsa dan agama. Kebijakan-kebijakan politik Umar bin Abdul Aziz yang bertumpu pada piagam Madinah merupakan suatu strategi dan manufer politik beliau yang bertujuan mengembalikan citra kepemimpinan Islam seperti yang ditunjukkan Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin, bukan kepemimpinan yang di tunjukkan Muawiyah bin Abu Sofyan dan semua penerusnya.

Orientasi Kebijakan Politik

Pluralitas dan keanekaragaman adalah sesuatu yang pasti ada. Oleh karena itu perlu strategi untuk menghadapi kenyataan yang tak bisa dihindarkan itu. Sebagai pemimpin,Umar bin Abdul Aziz tidak terlepas dari menjumpai kenyataan seperti itu. Beliau menghadapi masyararat yang beraneka kultur dan perangainya, baik masyarakat keturunan arab maupun non arab. Keragaman ini tersebar di wilayah kekuasaan Bani Umayah yang pada masa itu meliputi 3 kawasan yang amat luas yakni:
  1. Wilayah bagian utara Damaskus : daerah dataran negara-negara Balkan, wilayah bagian Uni Sovyet dan lain-lain
  2. Wilayah barat laut maupun barat daya : meliputi daerah Afrika dan memanjang sampai ke Spanyol (bahkan sampai daerah kekuasaan daulah Bani Umayah yang didirikan oleh Abdur Rahman ad Dakhil)
  3. Wilayah timur : ada sungai Sind (India), Afganistan dan sampai daratan Cina.
Ketiga wilayah ini merupakan kekuasaan yang cukup besar sehingga perlu penanganan serius dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Oleh karena itu, tak mengherankan bila beliau menangis tersedu-sedu ketika di baiat menjadi khalifah yang ke 8 Bani Umayah sebab tanggung jawab untuk memenuhi kepentingan rakyat banyak sangatlah besar. Beliau khawatir kalau tidak mampu memenuhi harapan rakyat dan bangsanya.

Orientasi kebijakan politik pemerintahan Umar bin Abdul Aziz selalu didasarkan atas prinsip keadilan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Umar bin Abdul Aziz tidak membedakan warna kulit, keturunan, ras maupun asal-usul mereka, yang penting mereka berada dalam kekuasaan Daulah Bani Umayah. Oleh karena itu beliau menjadi seorang khalifah yang disegani baik oleh kawan maupun lawan. Apalagi ditunjang dengan sikap perilakunya yang bersahaja, adil dan bijaksana. Antara kata dan perbuatan selalu seiring sejalan dan konsisiten sehingga rakyat pun dengan senang hati memberi penghargaan dan ketaatan yang tinggi kepada Umar bin Abdul Aziz.

Hal-hal tadi merupakan orientasi kebijakan politik strategis yang diterapkan oleh Umar bin Abdul Aziz. Sikap mental yang bijak itulah yang menjadi modal utama keberhasilan beliau. Atas dasar itulah para pakar sejarah menilai Umar bin Abdul Aziz sederajat dengan Khulafaur Rasyidin. Bahkan Ahmad bin Hambali menilai Umar bin Abdul Aziz dapat dikategorikan sebagai pembaharu agama dalam 100 tahun pertama. Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga mengubah pandangan bahwa kebiasaan mencaci para sahabat nabi dan muncul dengan solusi beliau bahwa Khulafaur Rasyidin ada 4 yaitu: Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Tahlib. Pernyataan beliau yang terkenal ini disebut sebagai tarbi. Pernyataan beliau ini gaungnya menjadi luas dan kemudian menjadi kebiasaan sebagian besar umat Islam untuk menyebut 4 khalifah yang terpilih dengan nama Khulafaur Rasyidin.

Prioritas Kebijakan Politik

Berbicara tentang prioritas kebijakan politik pemerintahan Umar bin Aziz tentang misi beliau dalam memimpin Daulah Bani Umayah yang wilayahnya sangat luas dengan corak budaya berlainan tentu memerlukan kiat tersendiri agar berhasil. Arah kebijakan Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin Daulah Bani Umayah senantiasa diperuntukkan bagi kepentingan rakyat dan bukan atas dasar kepentingan pribadi. Selain itu, keadilan dan ketakwaan yang menonjol dalam pribadi beliau menelorkan kebijakan politik yang menyejukkan hati rakyat Daulah Bani Umayah. Prioritas kebijakan politik pemerintahan yang dijalankan pada dasarnya dititik beratkan pada dua esensi yang mendasar yakni : kebenaran dan keadilan. Kedua esensi ini menjadi acuan pokok dalam menjalankan strategi politik Bani Umayah. Kebijakan politik yang terbentuk meliputi :
  1. Pemberantasan Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang. Dalam pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan wewenang langkah langkah yang diambil untuk membasminya begitu kongkret, cepat dan tegas. Khalifah Umar langsung memecat gubernur dan pejabat tinggi yang melakukan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Beliau sangat tidak menyukai pemimpin yang zalim dan amil-amil yang kejam. Kebijakan ini disambut gembira oleh rakyat banyak dan menjadi keteladanan tersendiri bagi Umar bin Abdul Aziz. Hal ini dikarenakan khalifah sebelum Umar malah lebih banyak mengharapkan upeti dari para gubernur. Beliau mengaggap upeti itu sebagai sesuatu yang haram dan merupakan tindakan kolusi.
  2. Perbaikan Kehidupan Rakyat untuk Kemakmuran. Dalam kebijakan ini Umar bin Abdul Aziz mengambil langkah langkah antara lain harta benda yang tadinya banyak dimiliki oleh kamu bangsawan Bani Marwan dicabut dan dijual ke khalayak ramai. Kemudian hasil penjualan tanah-tanah maupun harta benda lainnya diserahkan pada bait al-mal. Dalam hal ini Umar bin Abdul Aziz memberikan contoh langsung. Seluruh harta benda milik pribadinya dan semua perhiasan isrtrinya diserahkan ke bait al-mal. Banyak di antaranya dibagikan kepada kaum fakir miskin sebagai langkah kebijakan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat miskin agar hidup dalam suasana yang tenang, tenteram dan damai.
  3. Kebijakan Politik Persuasif dan tanpa Kekerasan. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz,hampir tidak ada bentrokan antara masyarakat dengan pengambil keputusan. Sikap persuasif yang ditunjukkan oleh khalifah kepada masyarakat sangat simpatik dan rakyat secara otomatis mendukung kebijakan politik yang demikian itu. Bahkan, golongan Khawarij yang terkenal dengan garis politiknya yang keras dan selalu mengadakan pemberontakan terhadap rezim penguasa, dalam masa kepemimpinan beliau mau tunduk dan patuh terhadap kebijakan pemerintah. Beliau membuat aturan-aturan mengenai timbangan dan takaran. Tujuannya adalah menghindari pemalsuan takaran dan timbangan. Beliau juga mengadakan perbaikan tanah-tanah pertanian, irigasi, penggalian sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan dan penyediaan tempat-tempat penginapan bagi musafir. Beliau juga memberi perhatian besar pada orang orang miskin dan memperbanyak pembangunan Masjid.
  4. Menciptakan Perdamaian Daulah dalam Rangka Menghilangkan Konflik Antar Suku, Kelompok maupun Sekte. Dalam menuangkan kebijakan politik untuk menuju perdamaian,Umar bin Abdul Aziz suatu ketika mengirim surat kepada Gubernur Mansur bin Ghalib yang isinya adalah pesan agar dalam menyelesaikan persoalan perusuh atau pemberontak hendaklah mengacu pada logika damai. Umar bin Abdul Aziz seringakali dalam menerapkan kebijakannya untuk menghadapi musuh menggunakan metode diplomasi yang halus. Beliau mengekspresikan diplomasi dalam sikap dan perilaku yang positif terhadap para perusuh atau pemberontak. Hasilnya hati para perusuh itu luluh tidak berdaya mengakui kearifan Umar bin Abdul Aziz dalam menyelesaikan segala persoalan yang timbul seperti konflik antar suku, kelompok dan sekte di masanya.
  5. Larangan Memonopoli Pemilikan Tanah Oleh Kaum Bangsawan. Umar bin Abdul Aziz mengambil kebijaksanaan yang sangat strategis,yakni mengembalikan semua tanah rakyat yang telah dirampas oleh pemerintahan feodal yang lama(sebelum Umar bin Abdul Aziz).Dia juga menyita tanah-tanah negara yang selama ini diambil oleh feodal (kaum bangsawan) sehingga menjadi milik pribadi mereka masing-masing. Beliau sangat tegas dan tidak ragu-ragu dalam hal ini. Pada intinya semua tanah milik kaum feodal harus dikembalikan kepada rakyat yang memilikinya. Kebijakan ini membuat rakyat sangat gembira dan suka citasebab selama ini mereka menderita akibat harta bendanya dirampas secara licik dan tak sah oleh kaum bangsawan. Kebijakan ini mendapat kritik yang tajam dari kaum kerabat Umar bin Abdul Aziz. Mereka menuntut agar kebijakan ini dihentikan. Umar bin Abdul Aziz tetap tegar dan tidak terpengaruh oleh ajakan-ajakan yang kurang bertanggung jawab itu.

Beliau memiliki 5 syarat yang diajukanya kepada rakyat, yang mengandung point-point penting syarat kepemimpinan, yaitu :

  1. Setiap orang harus berani menyampaikan kepada kami kebutuhan rakyat banyak yang mungkin tak dapat disampaikan langsung beramai-ramai kepada saya (Umar bin Abdul Aziz).
  2. Orang itu harus menunjukkan kepada saya tentang keadilan dan kebenaran yang harus dijalankan seorang khalifah.
  3. Orang tersebut otomatis dapat membantu kami dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.
  4. Orang tersebut harus mampu menunaikan amanah kepada kami dan mampu menunaikan amanah kepada kami dan mampu menuaikan amanah kepada rakyat banyak.
  5. Orang tersebut tidak boleh mempergunjingkan orang lain di hadapan kami.

Betapa terbukanya pikiran Umar bin Abdul Aziz dalam menerima kritikan yang konstruktif dari masyarakat luas sehingga terjadi komunikasi yang erat antara khalifah dengan rakyat yang di pimpinnya. Batasan birokratik yang rumit dan sistem feodalisme yang merajalela sejak Muawiyah bin Abi Sufyan hingga Sulaiman bin Abd al-Malik sukses dihilangkan. Komitmen Umar bin Abdul Aziz dalam menegakkan kebenaran dan keadilan tercermin dalam perilaku beliau yang sangat wara’i serta ketakwaan yang luar biasa.

Hari-hari Terakhir Umar bin Abdul-Aziz

Umar bin Abdul-Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh pembantunya. Umat Islam datang berziarah melihat kedhaifan hidup khalifah sehingga ditegur oleh menteri kepada isterinya, "Gantilah baju khalifah itu", dibalas isterinya, "Itu saja pakaian yang khalifah miliki".

Umar bin Abdul Aziz mempunyai empat belas anak laki-laki, di antara mereka adalah Abdul Malik, Abdul Aziz, Abdullah, Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Bakar, Al-Walid, Musa, Ashim, Yazid, Zaban, Abdullah, serta tiga anak perempuan, Aminah, Ummu Ammar dan Ummu Abdillah.

Apabila beliau ditanya “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau mau mewasiatkan sesuatu kepada anak-anakmu?”. Umar Abdul Aziz menjawab: "Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa". Istrinya bertanya kembali, "Mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki? ". "Jika anak-anakku orang soleh, Allah lah yang menguruskan orang-orang soleh. Jika mereka orang-orang yang tidak soleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai Allah", jawab Umar.

Pada waktu lain, Umar bin Abdul-Aziz memanggil semua anaknya dan berkata: "Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama : menjadikan kamu semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka, kedua: kamu miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga (kerana tidak menggunakan uang rakyat). Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga ". Anak-anaknya ditinggalkan tidak berharta dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul-Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul-Aziz.

Pada saat Umar bin Abdul Aziz wafat, ia tidak meninggalkan harta untuk anak-anaknya kecuali sedikit. Setiap anak laki-laki hanya mendapatkan jatah 19 dirham saja, sementara satu anak dari Hisyam bin Abdul Malik (khalifah Bani Umayah lainnya) mendapatkan warisan dari bapaknya sebesar satu juta dirham. Namun beberapa tahun setelah itu salah seorang anak Umar bin Abdul Aziz mampu menyiapkan seratus ekor kuda lengkap dengan perlengkapannya dalam rangka jihad di jalan Allah, pada saat yang sama salah seorang anak Hisyam menerima sedekah dari masyarakat.

Sumber

3 komentar:

  1. I really appreciate your professional approach. These are pieces of very useful information that will be of great use for me in future.

    BalasHapus
  2. Nice post, things explained in details. Thank You.

    BalasHapus
  3. Anda dapat membaca sepak bola terbaik, prediksi berita di situs saya
    Prediksi Bola
    Terima Kasih

    BalasHapus