Diterjemahkan dan disunting oleh Abdul Wadud Nashruddin dari http://en.wikipedia.org/
Samuel Phillips Huntington (18 April 1927 - 24 Desember 2008) adalah seorang ilmuwan politik Amerika yang sangat dihormati dengan karyanya berupa buku yang memuat setengah lusin sub bidang ilmu politik. Buku ini ditulis mulai pada tahun 1957. Dia menjadi terkenal luas melalui Clash of Civilizations nya (1993, 1996), sebuah tesis tentang tatanan dunia baru pasca perang dingin.
Karier dan Kehidupan
Huntington lahir pada tanggal 18 April 1927, di New York. Dia adalah anak dari pasangan Dorothy Sanborn (Phillips née), seorang penulis cerita pendek, dan Richard Thomas Huntington, seorang penerbit jurnal perdagangan hotel. Kakeknya adalah seorang pengusaha penerbitan, John Sanborn Phillips. Dia lulus dengan pengistimewaan dari Yale University pada usia 18. Beliau sempat bedinas di Angkatan Darat AS. Dia meraih gelar Master dari University of Chicago, dan menyelesaikan Ph.D. di Harvard University, tempat di mana ia mulai mengajar pada usia 23. Dia adalah anggota departemen pemerintahan Harvard dari tahun 1950 sampai ia keluar pada tahun 1959. Dari tahun 1959 hingga 1962 dia mengajar sebagai profesor pemerintahan di Columbia University, di mana ia juga menjabat sebagai Wakil Direktur Lembaga Studi Perang dan Perdamaian. Huntington diundang untuk kembali ke Harvard pada tahun 1963 dan tinggal di sana sampai saat kematiannya. Dia dipilih menjadi anggota American Academy of Arts and Sciences pada tahun 1965. Huntington dan Warren Demian Manshel bersama-sama mendirikan dan menjadi editor dalam bidang kebijakan luar negeri. Huntington menjalani aktifitas ini hingga tahun 1977.
Buku utama pertamanya adalah The Soldier and the State: The Theory and Politics of Civil-Military Relations (1957) yang ketika diterbitkan tampil kontroversial, dan kini malah dianggap sebagai buku tentang hubungan sipil-militer yang paling berpengaruh di Amerika. Ia menjadi terkenal dengan Political Order in Changing Societies (1968), suatu karya yang menentang pandangan konvensional atas teori modern. Dia menyebutkan bahwa kemajuan ekonomi dan sosial akan menghasilkan demokrasi yang stabil dalam terbentuknya sebuah negara. Sebagai konsultan untuk Departemen Luar Negeri AS, dan pengaruhnya dalam sebuah artikel yang dibuat tahun 1968 tentang hubungan luar negeri, ia menganjurkan pengonsentrasian penduduk pedesaan Vietnam Selatan sebagai upaya untuk mengisolasi Viet Cong. Ia juga adalah salah satu penulis The Crisis of Democracy: On the Governability of Democracies, rangkain laporan yang diterbitkan oleh Komisi Trilateral pada tahun 1976. Selama 1977 hingga 1978, dalam masa pemerintahan Jimmy Carter, ia menjabat Koordinator Perencanaan Keamanan untuk Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.
Huntington meninggal pada 24 Desember 2008, pada usia 81 di Martha's Vineyard, Massachusetts.
Order Politik dalam Perubahan Masyarakat
Pada tahun 1968, bersamaan dengan perang Amerika Serikat di Vietnam yang mencapai puncaknya, Huntington menerbitkan Political Order in Changing Societies, yang merupakan kritik terhadap teori modernisasi yang telah mempengaruhi banyak kebijakan AS di negara berkembang dalam dekade sebelumnya.
Huntington berpendapat bahwa, ketika masyarakat mengalami modernisasi, mereka menjadi lebih kompleks dan tidak teratur. Jika proses modernisasi sosial yang menghasilkan efek buruk ini tidak diimbangi oleh proses modernisasi politik dan kelembagaanya (sebuah proses yang menghasilkan institusi politik yang mampu mengelola tekanan modernisasi) hanya akan menghasilkan kekerasan.
Pada 1970-an, Huntington menerapkan wawasan teoritisnya sebagai penasihat pemerintah, baik menggunakan cara demokrasi maupun cara diktator. Pada tahun 1972, ia bertemu dengan perwakilan pemerintah Medici di Brasil, tahun kemudian ia menerbitkan laporan " Approaches to Political Decompression", peringatan terhadap risiko politik liberalisasi yang terlalu cepat, mengusulkan proses liberalisasi bertahan, dan gambaran partai yang kuat dimodelkan dengan Partai Revolusioner Institusional Meksiko (PRI). Setelah transisi berkepanjangan, Brasil menjadi demokratis pada tahun 1985.
Pada 1980-an ia menjadi penasihat berharga untuk rezim Afrika Selatan, yang menggunakan gagasanya tentang tatanan politik untuk menciptakan " total strategy" untuk mencapai reformasi apartheid dan menekan resistensi yang tumbuh. Dia meyakinkan penguasa Afrika Selatan bahwa peningkatan kekuatan represif negara (yang pada waktu itu termasuk kekerasan polisi, penahanan tanpa pengadilan, dan penyiksaan) mungkin saja diperlukan untuk mewujudkan reformasi. Proses reformasi, seperti yang ia katakan saat di Afrika Selatan, sering kali membutuhkan "bermuka dua, kebohongan, asumsi yang salah dan kebutaan tujuan." Dia dengan demikian justru memberikan kesan bahwa ilmu sosial Amerika telah dijadikanya tuan rumah dari proyek "reformasi" apartheid ketimbang berupaya menghilangkanya.
Huntington berpendapat bahwa, ketika masyarakat mengalami modernisasi, mereka menjadi lebih kompleks dan tidak teratur. Jika proses modernisasi sosial yang menghasilkan efek buruk ini tidak diimbangi oleh proses modernisasi politik dan kelembagaanya (sebuah proses yang menghasilkan institusi politik yang mampu mengelola tekanan modernisasi) hanya akan menghasilkan kekerasan.
Pada 1970-an, Huntington menerapkan wawasan teoritisnya sebagai penasihat pemerintah, baik menggunakan cara demokrasi maupun cara diktator. Pada tahun 1972, ia bertemu dengan perwakilan pemerintah Medici di Brasil, tahun kemudian ia menerbitkan laporan " Approaches to Political Decompression", peringatan terhadap risiko politik liberalisasi yang terlalu cepat, mengusulkan proses liberalisasi bertahan, dan gambaran partai yang kuat dimodelkan dengan Partai Revolusioner Institusional Meksiko (PRI). Setelah transisi berkepanjangan, Brasil menjadi demokratis pada tahun 1985.
Pada 1980-an ia menjadi penasihat berharga untuk rezim Afrika Selatan, yang menggunakan gagasanya tentang tatanan politik untuk menciptakan " total strategy" untuk mencapai reformasi apartheid dan menekan resistensi yang tumbuh. Dia meyakinkan penguasa Afrika Selatan bahwa peningkatan kekuatan represif negara (yang pada waktu itu termasuk kekerasan polisi, penahanan tanpa pengadilan, dan penyiksaan) mungkin saja diperlukan untuk mewujudkan reformasi. Proses reformasi, seperti yang ia katakan saat di Afrika Selatan, sering kali membutuhkan "bermuka dua, kebohongan, asumsi yang salah dan kebutaan tujuan." Dia dengan demikian justru memberikan kesan bahwa ilmu sosial Amerika telah dijadikanya tuan rumah dari proyek "reformasi" apartheid ketimbang berupaya menghilangkanya.
I am extremely impressed along with your writing abilities, Thanks for this great share.
BalasHapusNice post, things explained in details. Thank You.
BalasHapus