Web Toolbar by Wibiya

Minggu, 22 Januari 2012

Ibnu Khaldun

Oleh : Abdul Wadud

Biografi Singkat


Beliau bernama lengkap Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu Khaldun. lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H (27 Mei 1332 M) setelah orang tuanya sekeluarga pindah dari Spanyol Moor (Andalusia). Pada waktu remaja Ibnu Khaldun belajar di masjid Zaitunnah yang terletak disamping rumahnya. Masjid ini sebagai pusat keruhanian dan keilmuan di Tunis sebelum adanya Universitas al-Azhar di Kairo yang didirikan pada dinasti Fatimiyyah. Di masjid inilah Ibnu Khaldun mendapatkan sangat banyak keilmuan diantaranya mempelajari Qiro’ah, mempelajari ilmu hukum Islam dari tafsir Qur’an, Hadits, dan Fiqih madzhab Maliki, dan sebagainya.


Meski demikian beliau bukan tipe ulama akhirat yang mengajarkan ilmu surga dan bidadari. Ibnu khaldun mengajarkan realitas hidup nyata di dunia: sejarah, sosial, hukum, ekonomi, politik; yang, kesemuanya dengan metode-metode yang masuk akal dengan tetap menjunjung nilai-nilai moral. Pada saat itu, Kota Tunis kaya dengan para ulama dan cendekiawan yang terkenal di wilayah Arab Maghrib dan bahkan Benua Afrika. Interaksi Ibnu Khaldun dengan para ulama Arab Maghrib, terutama mereka yang beraliran rasionalis, mendorongnya untuk belajar filsafat yang kelak memengaruhi jalan pemikirannya.


Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Al Quran sejak usia dini. Selain itu beliau piawai dalam ilmu politik dan ekonomi. Pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya jauh sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang cermat dan mendalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang menghasilkan pengalaman luas pula.

Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai peristiwa, baik suka dan duka. Ia pernah menduduki jabatan penting di
Granada dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karya besarnya tersohor dan dikenal di berbagai penjuru dunia. Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau.


Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan, yakni belajar Al Quran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika. Dalam semua bidang studinya beliau mendapatkan nilai yang sangat memuaskan dari para gurunya. Namun studinya terhenti karena penyakit pes telah melanda selatan Afrika pada tahun 749 H yang merenggut ribuan nyawa. Ayahnya dan sebagian besar gurunya meninggal dunia. Ia pun berhijrah ke Maroko selanjutnya ke Mesir.

Periode kedua, ia terjun dalam dunia politik dan sempat menjabat berbagai posisi penting kenegaraan seperti qadhi al-qudhat (Hakim Tertinggi). Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun sempat juga dijebloskan ke dalam penjara.

Setelah keluar dari penjara, dimulailah periode ketiga kehidupan Ibnu Khaldun, yaitu berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-’ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-’Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar. Kitab al-i’bar ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun. Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German dan Austria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern.

Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).

DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of
Aberdeen, Scotland dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini. Buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab pertama, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat moderen dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat. Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat dan ke lima, menerangkan tentang ekonomi dalam individu, masyarakat maupun negara. Sedangkan bab ke enam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan teori sejarah.

Ibnu Khaldun sangat meyakini sekali, bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.

A
da beberapa catatan penting dari sini yang dapat kita ambil bahan pelajaran. Bahwa Ibnu Khaldun menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tidak meremehkan akan sebuah sejarah. Ia adalah seorang peneliti yang tak kenal lelah dengan dasar ilmu dan pengetahuan yang luas. Ia selalu memperhatikan akan komunitas-komunitas masyarakat. Selain seorang pejabat penting, ia pun seorang penulis yang produktif. Ia menghargai akan tulisan-tulisannya yang telah ia buat. Bahkan ketidaksempurnaan dalam tulisannya ia lengkapi dan perbaharui dengan memerlukan waktu dan kesabaran. Sehingga karyanya benar-benar berkualitas, yang di adaptasi oleh situasi dan kondisi.

Karena pemikiran-pemikirannya yang brilian Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Al
Quran yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Al Quran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Al Quran. Sebagaimana dikatakan olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Al Quran termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan Al Quran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Al Quran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”

Jadi, nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam kajiannya, disamping mengkaji ilmu-ilmu lainnya. Kehancuran suatu negara, masyarakat, atau pun secara individu dapat disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai spritual. Pendidikan agama sangatlah penting sekali sebagai dasar untuk menjadikan insan yang beriman dan bertakwa untuk kemaslahatan umat. Itulah kunci keberhasilan
. Ibnu Khaldun wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M.

Al Muqaddimah


Dalam Al Muqaddimah, Ibnu Khaldun menggambarkan tanda-tanda kemunduran Islam dan jatuh bangunnya kekhalifahan melalui pengalamannya selama mengembara ke Andalusia dan Afrika utara. Ia mulai menyadari pula, walaupun secara kultural Islam masih berada dalam zaman keemasan, basis material dari hegemoni Islam ketika itu telah melemah. Misalnya, wilayah-wilayah Islam di Afrika utara menghadapi tantangan dari suku-suku nomaden tradisional serta persaingan antara penguasa di satu sisi dan kekuatan Kristen di sebelah utara yang menguasai alur Mediterania di sisi lain. Invasi Mongol dari timur juga menggerogoti struktur yang telah terbangun dan kota-kota peradaban Islam.


Ibnu Khaldun tidak semata-mata mengembalikan proses jatuh-bangunnya peradaban Islam ini kepada “kehendak Tuhan”, tetapi, dengan teliti dan cermat, dia mencoba mencari proses sosial-historis yang bekerja dalam masyarakat. Ia melihat bahwa perkembangan peradaban tunduk pada suatu hukum atau pola tertentu. Pola ini bekerja pada masyarakat manapun, baik Muslim atau non-Muslim.


Ibnu Khaldun’s Circle of Equity


Di antara pemikiran Ibnu Kaldun yang sangat penting dan unik adalah pemikirannya tentang circle of equity. Dalam lingkaran keadilan ini Ibnu Khaldun menguhubungkan antara beberapa variabel yang saling terkait dan saling mempengaruhi dalam memajukan atau memundurkan peradaban. Di mana variabel-variabel tersebut adalah :
  • G = Government (pemerintah)
  • S = Syari’ah
  • W = Wealth (kekayaan/ekonomi)
  • N = Nation (masyarakat/rakyat)
  • D = development (pembangunan)
  • J = Justice (Keadilan)

Hubungan variabel-variabel tersebut dibaca sebagai berikut :


  • Pemerintah (G) tidak dapat diwujudkan kecuali dengan implementasi Syari’ah (S) - (hukum, undang-undang)
  • Syari’ah (S) tidak dapat diwujudkan kecuali oleh pemerintah/penguasa (G) – (pemerintahan berdasakan hukum dan bukan berdasarkan orang)
  • Pemerintah (G) tidak dapat memperoleh kekuasaan kecuali oleh masyarakat (N) – (demokrasi)
  • Pemerintah (G) yang kokoh tidak terwujud tanpa ekonomi (W) yang tangguh
  • Masyarakat (N) tidak dapat terwujud kecuali dengan ekonomi/kekayaan (W)
  • Kekayaan (W) tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan (D)
  • Pembangunan (D) tidak dapat dicapai kecuali dengan keadilan (J)
  • Penguasa/pemerintah (G) bertanggung jawab mewujudkan keadilan (J)
  • Keadilan (J) merupakan mizan yang akan dievaluasi oleh Allah
Bila masing-masing variabel itu digabung, relasi fungsional terwujud dalam formula :

 G = f (S, N, W, D,J)     


G adalah fungsi dari variabel (S, N, W, D, J). G ditempatkan sebagai variabel dependent, karena G dalam hal ini adalah kelangsungan peradaban, kejayaan atau kemunduran/keruntuhan, dipengaruhi oleh lima variabel tersebut. Secara sederhana bisa dibaca bahwa penguasa (G) bertugas dan bertangung jawab menerapkan syari’ah (S) , sebab tanpa syari’ah, masyarakat (N) akan kacau, negara akan runtuh. Negara juga  harus menjamin hak-hak masyarakat dan bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan masyarakat (N) agar masyarakat sejahtera/makmur (W), melalui pembangunan (D) yang adil ( J). Bila  variabel-variavel itu tidak dipenuhi, maka kekuasaan tinggal menunggu waktu runtuhnya. Observasi Ibn Khaldun ini, jelas, bukan ia peroleh dari “meditasi” di perpustakaan, tetapi berdasarkan apa yang ia lihat dalam kehidupan sehari-hari.


Penghargaan Atas Pemikiran Ibnu Khaldun


Layaknya ilmu yang lebih awal lahir dari masanya, ilmu-ilmu tersebut tidak mendapat tempat lebih pantas di dalam masyarakat masa itu. Jangankan mendapatkan penghargaan, malahan ilmu ini dibenci untuk dipelajari dikalangan pelajar dan lingkungan penguasa pada saat itu. Hal ini dikarenakan ilmu-ilmu Ibnu Khaldun melawan arus absolutisme kekuasaan dan melawan arus taqlidisme keagamaan.


Bagi kalangan ahlu sunnah sumber kebenaran mutlak adalah Al Quran dan Hadits, titik. Prinsip-prinsip utamanya: menafsirkan ayat dengan ayat, menafsirkan ayat dengan hadits, menafsirkan ayat dengan makna zahir. Pengetahuan-pengetahuan yang digalakkan untuk dipelajari dibatasi pada kitab-kitab fiqh empat, karena telah mendapat justifikasi dari penguasa, tassawuf isyraqiyah dan ilmu kalam Asy `ariyah.

Doktrin-doktrin ditanamkan untuk menghambat perbedaan keilmuan dan perkembangan ilmu pengetahuan; “Asy `ariyah adalah ahlu sunnah waljama`ah, berbeda paham dengan asy`ariyah adalah sesat dan keluar dari ahlu sunnah waljama`ah alias kafir”. “Pintu ijtihad telah ditutup”. “Kita umat Islam akhir zaman harus mengikuti apa saja yang diijtihad ulama mutaqaddimin, karena semakin dekat suatu generasi dengan Rasulullah SAW semakin mulia mereka. Merekalah cetakan hidup dan prilaku kita, tidak perlu lagi kita ijtihad karena semuanya telah ada pada generasi awwalun.

Nada lainnya yang juga berkembang, misalnya: “Imam Syafi`i merupakan mujtahid mutlak. Kita (umat Islam akhir zaman) tidak boleh menyimpang dari ajaran fiqih beliau, bahkan tidak boleh mengikuti apa saja yang dianggap berbeda pendapat dengan beliau, meskipun imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ibnu Hambal”. Dalam tassawuf, Imam Ghazali merupakan aktor satu-satunya, ia bagaikan raja. Umat Islam dipakukan kepada satu aliran dan dihambat untuk berijtihad yang bisa menggugat sesuatu yang telah mapan.

Yang membuat nama Ibnu Khaldun bersinar terang kembali, antara lain, adalah para orientalis di Barat yang bekerja dengan gigih untuk membongkar “lumbung” intelektual Islam yang kaya sekali ini, tetapi tak seluruhnya disadari oleh kalangan Islam. Franz Rosenthal adalah orientalis pertama yang membuat perhatian terhadap sarjana Islam yang hidup di abad ke-14 ini lewat terjemahannya atas Mukaddimah, sehingga Ibnu Khaldun bangkit kembali. Rintisan Rosenthal diteruskan oleh sarjana Muslim asal Irak yang lama mengajar di Universitas Chicago, kemudian diteruskan di Universitas Harvard, Prof. Muhsin Mahdi, melalui kajiannya atas filsafat sejarah Ibn Khaldun.

Baru pada tahun 1970’an dunia Islam mulai sadar akan harga dirinya yang terletak pada sosok Ibnu Khaldun. Ibnu al Sabil menganggap Ibnu Khaldun sebagai perintis (pelopor) yang jauh mendahului Karl Marx, Proudhon, dan Engels menyangkut pandangan Ibnu Khaldun mengenai kemiskinan dan sebab-sebabnya. Ibnu Khaldun adalah Bapak dan ahli ekonomi yang mendahului Adam Smith, Ricardo dan para ekonom Eropa lainnya. Ibnu Khaldun adalah raksasa intelektual paling terkemuka di dunia. Ia lebih dari tiga abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut. 


Ibnu Khaldun : Bapak Ilmu Ekonomi

Ibnu Khaldun adalah raksasa intelektual paling terkemuka di dunia. Ia bukan saja Bapak sosiologi tetapi juga Bapak ilmu Ekonomi, karena banyak teori ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith dan Ricardo. Artinya, ia  lebih dari tiga abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut.  Muhammad Hilmi Murad  telah menulis sebuah karya ilmiah berjudul Abul Iqtishad : Ibnu Khaldun (Bapak Ekonomi : Ibnu Khaldun).  Dalam tulisan tersebut Ibnu Khaldun dibuktikannya secara ilmiah sebagai penggagas pertama ilmu ekonomi secara empiris. Tulisan ini menurut Zainab Al-Khudairi, disampaikannya  pada Simposium tentang Ibnu Khaldun di Mesir 1978.
 

Sebelum Ibnu Khaldun, kajian-kajian ekonomi di dunia Barat masih bersifat normatif, adakalanya dikaji dari perspektif  hukum, moral  dan adapula dari perspektif filsafat. Karya-karya tentang ekonomi oleh para imuwan Barat, seperti ilmuwan Yunani dan zaman scholastic bercorak tidak ilmiah, karena pemikir zaman pertengahan tersebut memasukkan kajian ekonomi dalam kajian moral dan hukum.Sedangkan di lain sisi Ibnu Khaldun mengkaji problem ekonomi masyarakat dan negara secara empiris. Ia menjelaskan fenomena ekonomi secara aktual.

Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy, menuliskan poin-poin penting dari materi kajian Ibnu Khaldun tentang ekonomi : Ibnu Khaldun has a wide range  of discussions on economics including the subject value, division of labour, the price system, the law of supply and demand, consumption and production, money, capital formation, population growth, macroeconomics of taxation and public expenditure, trade cycles, agricultural, industry and trade, property and prosperity, etc.  He discussses the various  stages through which societies pass in economics progress. We also get the basic idea embodied in the backward-sloping supply curve of labour . (Ibn Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan permintaan, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur perdagangan, pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur).


Sejalan dengan Shiddiqy, Boulokia dalam tulisannya Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist, menuturkan : Ibnu Khaldun  discovered  a great number  of fundamental economic notions a few centuries before their official births. He discovered  the virtue and the necessity  of a division of labour before Smith and the principle of labour value before Ricardo. He elaborated  a theory  of population before Malthus and insisted  on the role  of the state in the economy before Keyneys. But much more than that, Ibnu Khaldun used these concepts to build a coherent dinamics system in which the economic mechanism inexorably led economic activity to long term fluctuation…..(Ibn Khaldun telah  menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi fundamental, beberapa abad sebelum kelahiran ”resminya” (di Eropa). Ia  menemukan keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith dan prinsip tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori tentang kependudukan sebelum Malthus dan mendesak akan peranan negara di dalam perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari itu, Ibn Khaldun telah menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk  membangun suatu sistem dinamis yang mudah dipahami di mana mekanisme ekonomi telah mengarahkan kegiatan ekonomi kepada fluktuasi jangka panjang…).

Oleh karena besarnya sumbangan Ibnu Khaldun dalam pemikiran ekonomi, maka Boulakia mengatakan, “Sangat bisa dipertanggung jawabkan jika kita menyebut Ibnu Khaldun sebagai salah seorang Bapak ilmu ekonomi.”  Shiddiqy juga menyimpulkan bahwa Ibnu Khaldun secara tepat dapat disebut sebagai ahli ekonomi Islam terbesar (Ibnu Khaldun has  rightly been hailed  as the greatest  economist of Islam).

Sehubungan dengan itu, maka tidak mengherankan jika banyak ilmuwan terkemuka kontemporer yang meneliti dan membahas pemikiran Ibnu Khaldun, khususnya dalam bidang ekonomi.   Doktor Ezzat menulis disertasi tentang Ibnu Khaldun berjudul Production, Distribution and Exchange in Khaldun’s  Writing  dan  Nasha’t menulis al-Fikr al-iqtisadi fi muqaddimat Ibn Khaldun (Economic Though in the Prolegomena of Ibn Khaldun). 

Selain itu kita memiliki sumbangan-sumbangan kajian yang berlimpah tentang Ibnu Khaldun. Ini menunjukkan kebesaran dan kepeloporan Ibnu Khaldun sebagai intelektual terkemuka yang telah merumuskan pemikiran-pemikiran brilian tentang ekonomi. Rosenthal misalnya telah menulis karya Ibn Khaldun the Muqaddimah : An Introduction to History,  Spengler menulis buku Economic Thought of Islam: Ibn Khaldun ,  Boulakia menulis Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist, Ahmad Ali menulis Economics of Ibn Khaldun-A Selection,  Ibn al Sabil menulis Islami ishtirakiyat fi’l Islam,  Abdul Qadir Ibn Khaldun ke ma’ashi khayalat (Economic Views of Ibn Khaldun),  Rifa’at menulis Ma’ashiyat par Ibn Khaldun ke Khalayat (Ibn Khaldun’s Views on Economics),  T.B. Irving menulis Ibn Khaldun on Agriculture,  Abdul Sattar menulis buku  Ibn Khaldun’s Contribution to Economic Thought  in Contemporary Aspects of Economic and Social Thingking in Islam.


Berdasarkan karya-karya di atas yang didasarkan pada analisa ilmiah para ilmuwan terkemuka, maka dapat disimpulkan dan dipastikan bahwa Ibnu Khaldun adalah Bapak ekonomi dunia, sedikitpun hal itu tidak diragukan.


Sumber



Tidak ada komentar:

Posting Komentar